Keberatan Wajib Pajak - Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa wajib pajak (WP) merasa kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak melalui KPP dimana Wajib Pajak tersebut terdaftar.
Upaya hukum keberatan dilakukan masih berada dalam lingkungan lembaga yang sama yaitu Direktorat Jenderal Pajak. Peradilan administrasi seperti ini lazim disebut quasi peradilan/peradilan doleansi (peradilan administrasi tidak murni), dimana:
a. Tidak ada sidang peradilan;
b. Tidak ada panitera sidang;
c. Tidak ada saksi maupun saksi ahli;
d. Tidak mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa;
e. Tidak ada pembacaan keputusan; dan
f. Keputusan dibuat oeh Pejabat yang menerbitkan surat ketetapan.
Ketentuan mengenai keberatan diatur dalam Pasal 25 UU KUP dengan peraturan pelaksanaannya pada Peraturan Menteri Keuangan No.194/PMK.03/2007. Pasal 25 UU KUP No. 28 Tahun 2007 secara lengkap berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Ayat (2): Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
Ayat (3): Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Ayat (3a): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Ayat (4): Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
Ayat (5): Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima surat keberatan atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Ayat (6): Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak.
Ayat (7): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
Ayat (8): Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
Ayat (9): Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Ayat (10): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan.
Pihak yang mengajukan keberatan adalah:
a. Bagi WP Badan oleh Pengurus
b. Bagi WP orang pribadi oleh WP yang bersangkutan
c. Pihak yang dipotong/dipungut oleh pihak ketiga
d. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka di atas dengan surat kuasa khusus pengajuan keberatan.
Syarat – syarat mengajukan keberatan
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
c. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
e. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur);dan
f. surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terlampaui.
Dalam hal WP menyampaikan perbaikan surat keberatan, tanggal penyampaian perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.
Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas, maka bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
Jangka waktu pengajuan keberatan:
a. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
b. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
c. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Keputusan Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.
Apabila Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan menolak keberatan Wajib Pajak, maka pilihannya hanya ada dua, yaitu Wajib Pajak harustetap melunasi utang pajak sebesar yang tercantum dalam keputusan keberatan atau Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
0 Response to "Keberatan Wajib Pajak"
Post a Comment
Terima kasih telah berkungjung, Silahkan Tinggalkan Komentar